Sulit untuk tidak merasa terancam jika ternyata selama kurun waktu dua puluh tahun terakhir di Kabupaten Sinjai hampir setiap tahun terjadi berbagai bencana dengan jenis dan daya rusak serta daya cakup yang beragam, dari longsor sampai banjir bandang, dari kebakaran sampai angin puting beliung, dari hanya satu rumah rusak sampai iratusan rumah hancur, dari hanya seorang yang meninggal sampai ratusan yang tewas dan hilang. Kurun waktu 1988 – 2008 tercatat 17 kali kejadian bencana banjir, 41 kejadian bencana tanah longsor, 65 kejadian bencana angin puting beliung, dan 232 kejadian bencana kebakaran (BPS Kabupaten Sinjai)
Sialnya ternyata belum ada sistem kesiapsiagaan yang benar-benar dibangun oleh pemerintah Kabupaten Sinjai, padahal hampir dipastikan bencana datang menyambangi wilayah ini secara rutin. Bahkan pasca bencana dan banjir bandang 2006 pun yang memakan banyak korban jiwa (210 orang meninggal, 1417 luka-luka, dan ribuan pengungsi) dan kerugian materi lainnya, rumah, fasilitas umum, lahan perkebunan dan persawahan, pemerintah sendiri menaksir angka kerugiannya bahkan mencapai 490.466.781.500 rupiah.
Teknisnya Sinjai Berada di atas patahan walanae yang seperti patahan bumi lainnya juga mengikuti pergerakan lempeng bumi dalam proses pembetukan rupa bumi (berdasarkan survey Kapedaltan Kab. Sinjai), dengan topografi wilayah yang sebagian besar (55 %) di kemiringan 30 sampai 70 derajat, sisanya pesisir dan daerah aliran sungai, dan morfologi tanah berjenis endapan vulkanik muda yang sangat labil, ditambah lagi pengaruh suhu dan iklim baik lokal maupun global; tentu saja menjadi kombinasi potensi ancaman yang sangat besar untuk menimbulkan bencana di Kabupaten Sinjai. Paling tidak, jika melihat potensi-potensi ancaman, jenis-jenis bencana, longsor, banjir, angin puting beliung memang sudah sewajarnya kalau setiap tahun berkunjung ke Kabupaten Sinjai
Meskipun ada kunjungan tahunan bencana di kabuapten Sinjai, namun belum ada perhatian terhadap masalah kebencanaan, justeru bencana cenderung dianggap hal yang sepele dan biasa-biasa saja.
Sementara dari pihak pemerintahpun tidak ada usaha yang sistematis dan menyeluruh untuk membangun kesadaran dan kesiapsiagaan bencana di masyarakat. Bahkan sampai saat ini setelah bencana 2006 pun pemerintah kabupaten Sinjai belum melakukan usaha yang sistematis, berarti dan terpadu dalam membangun kesiapsiagaan bencana di masyarakat. Mestinya kejadian bencana banjir bandang dan tanah longsor heboh pada pertengahan tahun 2006 tersebut dijadikan momentum oleh pemerintah kabupaten untuk mengubah cara pandang dan system kesiapsiagaan bencana, namun nyatanya terlewat begitu saja.
Berita baiknya adalah bahwa sudah ada perubahan yang signifikan dalam persoalan penganggaran untuk bidang kebencanaan, dari kurang dari seratus juta pada tahun-tahun sebelum 2006 menjadi hampir dua milyar rupiah pada tahun setelah bencana banjir bandang dan tanah longsor tahun 2006; namun, sekali lagi dengan nada menyayangkan, perubahan ini tidak dikuti oleh perubahan cara berpikir, paradigma, institusi kebencanaan dan bentuk-bentuk kegiatan kesiapsiagaan bencana. Bentuk kegiatan yang selama ini yang paling banyak diprogramkan adalah pelatihan-pelatihan tanggap darurat bencana itupun hanya melibatkan pihak-pihak yang selama ini sudah cukup sering memperoleh pelatihan tersebut, tidak pernah melibatkan masyarakat umum, masyarakat desa di daerah rawan bencana misalnya.
Sampai akhir tahun 2007 belum ada tindak lanjut dari pemerintah Kabupaten Sinjai terhadap undang-undang kebencanaan (UU No. 24 tahun 2007). Kegiatan-kegiatan kebencanaan yang dilakukan saat ini masih bersifat sektoral per institusi yang sifatnya juga tidak sistematis dan masih melihat bencana dengan cara pandang lama, utamanya fokus pada ketanggapdaruratan. Juga belum ada usaha berarti untuk merancang usaha membangun kesiapsiagaan bencana secara terpadu, lintas sektoral, melibatkan semua pihak-pihak, dan terpadu dalam semua kebijakan pembangunan daerah.
Dengan melihat kecenderungan global (perubahan iklim global) dan nasional (berbagai bencana di berbagai daerah) mestinya isu BENCANA ini jauh lebih urgen dan “seksi” bagi pemerintah kabupaten Sinjai untuk diperhatikan, paling tidak sama seksinya dengan isu Pilkada Bupati langsung (pertengahan 2008), yang saat ini menyita perhatian hampir seluruh elit pemerintah kabupaten Sinjai, sehingga nasib ratusan ribu warga Sinjai tidak dipertaruhkan menghadapi bencana yang mengancam setiap waktu. SEMOGA!!! J (Karno B. Batiran annoswt@yahoo.com & Muh. Imran, Sinjai Sulsel)
No comments:
Post a Comment